Minggu, 01 Agustus 2010

KISAH SEORANG IBU YG MENYEKOLAHKAN ANAKNYA DI IRAN


Cerita dari Sekolah Penghafal Qur'an Balita

Saya tinggal di Iran dan punya usia anak empat tahun.
Sejak tiga bulan lalu, saya masukkan dia ke sekolah hafiz
Quran untuk anak2. Setelah masuk.,
wah ternyata unik banget metodenya.
(Siapa tau bisa dijadikan masukan buat akhwat2
yg berkecimpung di bidang ini.) Anak-anak balita
yang masuk ke sekolah ini (namanya Jamiatul Quran),
tidak disuruh langsung ngapalin juz'amma,
melainkan setiap kali datang, diperlihatkan
gambar misalnya, gambar anak lagi cium
tangan ibunya, (di rumah, anak disuruh mewarnai
gambar itu), lalu guru cerita ttg gambar itu
(jadi anak harus baik.dll).

Kemudian, si guru ngajarin ayat "wabil waalidaini
ihsaana/Al Isra:23" dengan menggunakan isyarat
(kayak isyarat tuna rungu), misalnya, "walidaini",
isyaratnya bikin kumis dan bikin kerudung di wajah
(menggambarkan ibu dan ayah). Jadi,
anak2 mengucapkan ayat itu sambil memperagakan
makna ayat tersebut. Begitu seterusnya
(satu pertemuan hanya satu atau dua ayat yg
diajarkan). Hal ini dilakukan selama 4 sampai 5 bulan.
Setelah itu, mereka belajar membaca,
dan baru kemudian mulai menghapal juz 'amma.

Suasana kelas juga semarak banget.
Sejak anak masuk ke ruang kelas, sampai pulang,
para guru mengobral pujian-pujian (sayang, cantik, manis,
pintar.dll) dan pelukan atau ciuman.
Tiap hari (sekolah ini hanya 3 kali seminggu)
selalu ada saja hadiah yang dibagikan untuk anak-anak, mulai
dari gambar tempel, pensil warna, mobil2an, dll.

Habis baca doa, anak-anak diajak senam,
baru mulai menghapal ayat. Itupun,
sebelumnya guru mengajak ngobrol dan anak2
saling berebut memberikan pendapatnya.
(Sayang anak saya krn masalah bahasa,
cenderung diam, tapi dia menikmati kelasnya).

Setelah berhasil menghapal satu ayat,
anak-anak diajak melakukan berbagai permainan.
Oya, para ibu juga duduk di kelas, bareng2 anak2nya.
Kelas itu durasinya 90 menit .

Hasilnya? Wah, bagus banget! Ketika melihat
saya membuka keran air akan terlalu besar,
anak saya akan nyeletuk, "Mama, itu israf (mubazir)!"
(Soalnya, gurunya menerangkan makna
surat Al A'raf :31 "kuluu washrabuu walaatushrifuu/
makanlah dan minumlah, dan jangan israf/berlebih2an) .

Waktu dia lihat TV ada polisi ngejar2 penjahat,
dia nyeletuk "Innal hasanaat tushrifna sayyiaat/
Sesungguhnya kebaikan akan mengalahkan kejahatan"
(Hud:114). Teman saya mengeluh (dengan nada bangga)
bahwa tiap kali dia
ngobrol dgn temannya ttg orang lain, anaknya
akan nyeletuk "Mama, ghibah ya?"
(soalnya, dia sudah belajar ayat "laa yaghtab ba'dhukum
ba'dhaa"/Mujadalah:12) .

Anak saya (dan anak2 lain, sesuai penuturan ibu2 mereka),
ketika sendirian, suka sekali mengulang2 ayat2 itu tanpa perlu disuruh.
Ayat2 itu seolah-olah menjadi bagian dari diri mereka.
Mereka sama sekali tidak disuruh pakai kerudung.
Tapi, setelah diajarkan ayat ttg jilbab (An-Nur:31)! ,
mereka langsung minta sama ibunya untuk dipakaikan jilbab.

Anak saya, ketika ingkar janji (misalnya,
janji nggak main lama2, trus ternyata mainnya lama),
saya ingatkan ayat "limaa taquuluu maa laa taf'alun"
(As-Shaf:2). dia langsung bilang "Nanti nggak gitu lagi Ma.!"
Akibatnya, jika saya mengatakan sesuatu dan tidak saya tepati,
ayat itu pula yang keluar dari mulutnya!

Setelah tanya2 ke pihak sekolah, baru saya tahu
bahwa metode seperti ini, tujuannya adalah untuk
menimbulkan kecintaan anak2 kepada Al Quran.
Anak2balita itu di masa depan akan mmpunyai
kenangan indah ttg Al Quran. Saya pikir2 benar juga.
Saya ingat, dulu waktu kecil pergi ke TPA
(Taman Pendidkan Al Quran) di Indonesia,
rasanya maless..banget (Kalo nggak dipaksa ortu,
nggak jalan deh). Bagi saya, TPA identik dengan beban berat,
PR yaang banyak, hapalan bejibun, guru galak, dsb.
Pernah saya dengar, di sekolah Kristen anak2 diberi hadiah
dan dikatakan kepada mereka bahwa itu dari Yesus. Nah,
kenapa kita kaum muslim yang meyakini bahwa agama kitalah
yang paling benar, tidak meniru cara ini agar anak2
merasa cinta kepada Allah dan Quran? Bagaimanapun,
dunia anak2 adalah dunia materi. Mereka baru bisa
mencerap hal2 yang nyata, seperti hadiah
(dan belum paham, pahala itu apa).
Para orangtua teman sekelas anak saya juga
pada cerita bahwa anak2nya malah nangis kalau
nggak diajak ke ! sekolah. Malah, buat anak saya,
ancaman tidak diantar ke sekolah adalah ancaman
paling ampuh, kalau dia nakal (dia akan langsung nangis,
hehehe...mamanya nakal ya?).

Metode pengajaran ayat Quran dengan menggunakan
isyarat ini diciptakan oleh seorang ulama bernama Sayyid
Thabathabai. Anak beliau yang pertama pada
usia 5 tahun di bawah bimbingan beliau sendiri,
sudah hapal seluruh juz Al Quran, berikut maknanya,
hapal topik2nya (misalnya, ditanyakan,
coba sebutkan ayat2 mana saja yg berbicara
ttg akhlak kepada orangtua, dia akan menyebut,
ayat ini..ini..ini. .), dan mampu bercakap-cakap
dengan bahasa Al Quran (misalnya ditanya;
makanan favoritmu apa, dia akan menjawab
"Kuluu mimma fil ardhi halaalan thayyibaa"
(Al Baqarah:168) . Anak kedua juga memiliki
kemampuan sama, tapi sedikit lebih lambat,
mungkin usia 6 atau 7 tahun.

Keberhasilan anak2 Sayyid Thabathabi itu benar-benar
fenomental ( bahkan anak pertamanya diberi gelar
Doktor Honoris Causa di bidang Ulumul Quran oleh
sebuah universitas di Inggris ), sehingga sejak itu,
gerakan menghapal Quran untuk anak-anak kecil
benar2 digalakkan di Iran. Setiap anak penghapal
Quran dihadiahi pergi haji bersama orang-tuanya
oleh negara dan setiap tahunnya ratusan anak kecil
di bawah usia 10 tahun berhasil menghapal Al Quran
( jumlah ini lebih banyak kalau dihitung juga dengan
anak lulusan dari sekolah2 lain ).

Salah satu tujuan Iran dalam hal ini
( kata salah seorang guru ) adalah untuk menepis
isu-isu dari musuh-musuh Islam yang ingin
memecah-belah umat muslim, yang menyatakan
bahwa Quran-nya orang Iran itu beda/ lain daripada yg lain.

Saya pernah diskusi dgn teman saya dosen ITB,
dia mengatakan bahwa metode seperti itu
merangsang kecerdasan anak karena secara
bersamaan anak akan melihat gambar,
mendengar suara, melakukan gerakan-gerakan
yang selaras dengan ucapan verbal, dll. Sebaliknya,
menghapal secara membabi-buta, malah akan
membuntukan otak anak.

Selain itu, menurut guru di Jamiatul Quran ini,
pengalaman menunjukkan bahwa anak-anak
yang menghapal Quran dengan melalui proses
isyarat ini (jadi mulai sejak balita sudah
masuk ke sekolah itu) lebih berhasil dibandingkan
anak-anak yang masuk ke sana ketika usia SD.

Selain itu, menghapal Al Quran lengkap dengan pemahaman
atas artinya jauh lebih bagus dan awet (nggak cepat lupa) bila
dibandingkan dengan hapal cangkem

Tidak ada komentar:

Posting Komentar